YOUR COMENT TO MY BLOG ?

Minggu, 12 Februari 2012

PEMILIHAN GUBERNUR OLEH DPRD

Di dalam perwujudan pelaksanaan dekonsentrasi, kita menggenal adanya pelimpahan tugas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sehingga keberadaan gubernur di dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan wujud dari perpanjangan kepentingan pemerintah pusat, di satu sisi dengan dianutnya konsep dekonsentrasi dan otonomi daerah sebenarnya gubernur juga bagian dari representasi kepentingan lokal sekaligus juga kepentingan nasional, oleh karena itu organ gubernur pada intinya adalah merupakan intermediate gouverment artinya penghubung antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat atau nasional.
Demikian pula, jika kita berbicara tentang DPRD, keberadaan DPRD di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kaitanya atau kemisterinya dengan gubernur itu paling tidak di dalam konstruksi praktek penyelenggaraan pemerintahan kita memperlihatkan dalam prakteknya terjadi pelemahan fungsi DPRD, hal ini di asusmsikan karena akibat pemilihan gubernur secara langsung oleh konstituen menimbulkan legitimasi rakyat kepada gubernur itu semakin menguat sehingga posisi sama-sama di pilih secara langsung oleh rakyat akan menguatkan konflik horizontal antara gubernur dengan DPRD. Ekspektasinya adalah bahwa fungsi-fungsi DPRD tentu akan menjadi tidak efektif, hal ini dikarenakan keberadaan gubernur dengan adanya legitimasi langsung dari rakyat akan menimbulkan otoritarisme gubernur setidaknya dalam konsteks pengambilan kebijakan.
Padahal dalam konstruksi penyelenggaraan pemerintahan seharusnya ada hubungan legislasi,budgeting, dan kontroling antara gubernur dengan DPRD, akan tetapi dengan sikap atau kecenderungan yang muncul dari gubernur karena di anggap dipilih langsung oleh rakyat maka akan berimplikasi serius terhadap pelaksanaan fungsi DPRD itu sendiri, oleh karena itu jika berbicara masalah pemilihan gubernur oleh DPRD menjadi sebuah pilihan untuk memperkuat fungsi DPRD itu sendiri. Selain itu, dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah akibat terjadinya konflik antara DPRD dengan gubernur tentunya akan berdampak serius di dalam upaya menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good goevernent) yang menghendaki adanya efektivitas dan efesiensi, selain itu juga konflik yang terjadi tidak akan menimbulkan efektivias dan efesiensi sehingga berdampak juga terhadap kualitas pelayanan publik yang merupakan tugas dari pemerintah (bestuur), oleh karenanya dengan dalil di atas secara teori pemilihan gubernur oleh DPRD merupakan suatu keharusan dengan begitu DPRD dapat mengguatkan fungsinya sehingga dapat menyelenggarakan pemerintahan seperti di dalam konsep good goevernent.
Meloncat dari konsep pemikiran di atas, alangkah baiknya jika kita meilhat aturan dasar dari suatu negara (staate fundamental norm), dimana di dalam Pasal 7 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang hierarkis peraturan perundang-undangan di sebutkan bahwa Undang-undang Dasar merupakan norma dasar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dinyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”.
Terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (4) ini, Jimly Asshiddiqie (2009) memberikan komentarnya bahwa di setiap unit pemerintahan daerah itu ada pejabat yang disebeut Gubernur, Bupati, dan walikota sebagai kepala pemerintahan yang dipilih secara demokratis. Terkhusus untuk ketentuan pemilihan secara demokratis dalam ayat (4) ini dapat dilaksanakan, baik melalui cara langsung atau dengan cara tidak langsung melalui DPRD. Kedua cara tersebut harus dipandang sama-sama demokratis dan karena itu konstitusional. Hanya saja, dewasa ini ketentuan ini di jabarkan lebih lanjut dalam undang-undang yaitu bahwa pemilihan itu dilakukan melalui pemilihan umum kepala daerah. Namun apabila suatu ketika akan diadakan perubahan sehingga pemilihan cukup diadakan secara tidak laangsung melalui DPRD maka hal itu juga harus dipandang sama demokratisnya dan sama-sama konstitusionalnya.
Bertolak dari hal tersebut, jika kita meilhat teori norma berjenjang dari Hans Nawiansky yang menyatakan bahwa suatu norma itu bermuka dua artinya ke atas suatu norma itu tidak boleh bertentangan dengan norma yang di atasnya dan ke bawah suatu norma itu menjadi panduan terhadap norma lainya. Undang-undang Dasar 1945 dapat disamakan dengan staate fundamental norm sedangkan undang-undang dapat disamakan dengan formeel gezets dalam teorinya Hans Nawiansky, berdasarkan konsep inilah akan di analisis lebih mendalam hubungan antara Pasal 18 ayat (4) Undang-undang Dasar 1945 dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2008 Tentang perubahan kedua atas Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Di dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-undang pemerintahan daerah menyebutkan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”. Ketentual pasal 56 ayat (1) ini secara tidak langsung telah mereduksi ketentuan dalam pasal 18 ayat (4) Undang-undang Dasar 1945 yang hanya menyatakan bahwa pemilihan itu dilakukan secara demokratis sehingga tidak terjadi sinergitas antara Undang-undang pemerintahan Daerah dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan induk dari segala peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Tentunya hal ini tidak dapat di biarkan begitu saja karena akan terjadi pertentangan norma hukum, oleh karena itulah untuk mengatasi masalah pada tataran yuridisnya maka pemilihan gubernur oleh DPRD menjadi solusi yang tepat.
Selain itu juga pada tataran empiris, dengan dipilihnya gubernur oleh DRDP akan meminimalisir kecenderungan gubernur untuk mengembalikan dana kampanye pada saat masa kepemimpinya karena besarnya dana kampanye yang dikeluarkan pada saat proses pemilihan. Hal ini di argumentasikan dengan melihat beberapa fakta bahwa setelah menjabat sebagai gubernur maka selalu ada indikasi korupsi yang dilakukan oleh gubernur yang bersangkutan bahkan ada yang telah diproses dan terbukti secara menyakinkan dalam sidang pengadilan bahwa telah melakukan tindak pidana korupsi. Tidak itu saja, suatu komparasi misalnya di Amerika Serikat berkembang juga isu  di kalangan para ahli hukum untuk merubah system pemilihan dari pemilihan secara langsung kepada pemilihan secara tidak langsung.
Dari beberapa aspek yang telah dikemukakan di atas bahwa pemilihan gubernur oleh DPRD menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi beberapa masalah yang timbul akibat pemilihan secara langsung dan tidak itu saja walaupun pemilihan dilakukan secara tidak langsung itu juga tidak akan mengurangi daripada tabiat demokrasi karena pada dasarnya DPRD itu merupakan perwakilan dari rakyat sehingga secara tidak langsung gubernur pun dipilih oleh rakyat walaupun melalui waklinya di DPRD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar